Perjalanan ke Danau
Ateh bermula di pagi yang masih basah oleh embun. Dari kota Padang, kami
berangkat sekitar pukul tujuh, menembus jalanan berliku menuju Alahan Panjang,
Kabupaten Solok. Udara pagi terasa segar, dan semakin jauh dari kota,
suasananya makin sepi dan hijau. Jalan mulai menanjak, dengan pemandangan kebun
teh yang terbentang seperti karpet hijau tak berujung.
Sesekali, kami berhenti
di tepi jalan hanya untuk menikmati kabut yang bergulung pelan di antara bukit.
Bau tanah basah bercampur aroma daun teh membuat hati terasa tenang. Dari
kejauhan, terlihat Gunung Talang berdiri gagah, seperti penjaga alam yang sedang
tersenyum diam-diam.
Sekitar tiga jam
kemudian, kami tiba di Danau Ateh. Udara di sana dingin menusuk, tapi
menyegarkan. Permukaan danau tampak tenang, seperti cermin besar yang
memantulkan langit abu-abu dan pepohonan di sekitarnya. Hanya ada suara angin
dan riak kecil air di tepian. Rasanya seperti waktu berhenti sejenak.
Kami berjalan ke sebuah
warung kecil di pinggir danau. Si ibu penjual menyambut dengan ramah,
menawarkan teh panas dan jagung bakar. Sambil memegang cangkir yang
menghangatkan telapak tangan, saya menatap danau yang diselimuti kabut tipis.
Ada rasa damai yang sulit dijelaskan — seolah seluruh penat perjalanan hilang
bersama embusan angin.
Tak jauh dari situ,
tampak Danau Bawah di kejauhan, sedikit lebih rendah. Dua danau ini memang
disebut Danau Kembar, dan saat berdiri di antara keduanya, saya bisa merasakan
betapa luar biasanya ciptaan alam di tanah Minangkabau ini.
Sebelum pulang, kami
sempat mampir ke kebun teh Alahan Panjang. Para pemetik teh, dengan keranjang
di punggung, bekerja dengan cekatan di antara kabut. Kami ikut mencoba memetik
beberapa pucuk daun muda, sambil tertawa dan bercakap ringan.
Sore itu, ketika matahari mulai redup dan kabut turun kembali, kami meninggalkan Danau Ateh dengan hati hangat. Ada sesuatu yang menenangkan dari tempat itu — bukan hanya pemandangannya, tapi juga keheningan dan kesederhanaannyaPerjalanan ke Danau Ateh bermula di pagi yang masih basah oleh embun. Dari kota Padang, kami berangkat sekitar pukul tujuh, menembus jalanan berliku menuju Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Udara pagi terasa segar, dan semakin jauh dari kota, suasananya makin sepi dan hijau. Jalan mulai menanjak, dengan pemandangan kebun teh yang terbentang seperti karpet hijau tak berujung.
Sesekali, kami berhenti
di tepi jalan hanya untuk menikmati kabut yang bergulung pelan di antara bukit.
Bau tanah basah bercampur aroma daun teh membuat hati terasa tenang. Dari
kejauhan, terlihat Gunung Talang berdiri gagah, seperti penjaga alam yang sedang
tersenyum diam-diam.

0 Comments